Friday, July 18, 2014

REFLEKSI AWAL SEKOLAH 2014

.Ada ribuan argumen untuk mengatakan bahwa pendidikan adalah sesuatu yang amat penting.
Pepatah klasik pun bilang: kejarlah ilmu sampai ke negeri Cina.
Di zaman kontemporer usai perang dunia ke II, ada kisah di mana Kaisar Jepang yang melihat negaranya luluh lantak, dia tidak menanyakan masih berapa tentara dan amunisi kita,  justru bertanya:
Berapa orang guru yang masih hidup?
Sebuah bangsa yang kala itu disebut fasis namun memiliki pemahaman prioritas yang bahkan jauh lebih unggul meski sudah 70 tahun yang lalu dari apa yang dimiliki bangsa Indonesia pasca pilpres hari ini 
Pendidikan bukanlah sebuah alat “serta merta“, pun keilmuan bukan sebuah tongkat ajaib.
Esensi belajar ke jenjang yang lebih tinggi (baik sarjana, master, maupun doktor) atau pun belajar mandiri bukanlah untuk menambah IQ. Pendidikan yang lebih tinggi tidak serta merta berhubungan dengan IQ.
Jadi, mengapa pendidikan itu sangat penting?
Penting karena dengan pendidikan kita bisa berfikir rasional , kritis dan logis yang tentu ke arah kasih
Sebenarnya benefit utama dari pendidikan adalah pola pikir yang terasah dengan skema dan framework presisi yang tinggi .
"Seorang yang belajar dengan baik akan terbiasa berpikir rasional dan cenderung kritis sebab mereka terbiasa mempertanyakan segala sesuatu yang secara logis."

Hubungan uang dengan Pendidikan 
Uang merupakan Konsekuensi Logis dari Pendidikan, Tapi Bukan Keharusan namun Uang Adalah Pilihan.
Ini yang menyakitkan untuk hidup di kultur kita untu sementara ini di Indonesia hingga 2014 pre Joko Wi 
Terlihat di banyak tempat , bahkan mungkin bisa menjadi kultur kalau dibiarkan , sehingga tterdengar ungkapan Bangsa yang mengaku ramah dan memiliki sopan santun ketimuran ternyata jauh lebih materialistik dari berbagai bangsa lainnya di Eropa , Amerika maupun Australia serta negara Asia sendiri 
Masyarakat selalu mengukur segala sesuatu berdasarkan ukuran materi yang diterima. Inilah salah satu yang menyebabkan pendidikan tersekap dalam peti mati.
Seberapa sering kamu mendengar: “Dia professor dari luar negeri, tapi kenapa mobilnya cuma Avanza?”
Atau:
“Ah pendidikan ga penting, kalau mau kaya tidak perlu kuliah. Banyak kok lulusan SMP saja yang jauh lebih kaya dari kamu yang lulusan S1 PTN.”
Coba bandingkan jika anda berkunjung ke beberapa negara dan bergaul dengan banyak expatriat di Indonesia, justru mereka melihat dari perspektif yang berbeda dari apa yang menjadi kultur di sini. 
Bagi mereka, pendidikan adalah satu hal, uang dan materi adalah hal yang lain. 
Pada banyak negara, mereka memandang akademisi, guru, dan peneliti sama tingginya dengan para pebisnis sukses yang kaya. 
Mungkin karena mereka terbiasa berpikir lebih terbuka bahwa kehidupan tidak bisa diukur dari satu “penggaris uang” saja.
Disinsentif: Itulah Sebab Mengapa Pendidikan Kita Terjerembab,
karena Pengelolaannya Terjerembab dan akhirnya Produk Pendidikan Juga Terjerembab
Andaikata setiap kita berusaha memahami mengapa pendidikan itu sangat penting
Sebagai guru dan akademisi dan peneliti tentu memahami ini sehingga profesi ini jika bener bener dilakukan tanpa pamrih , cerdas , terus belajar, Share knowledge yang prima pasti pejabat Indonesia akan berfikir seperti Kaisar Hirohito yang dijepang itu 70 tahun yang lalu .

  • Berapa Guru yang masih tersisa yang akan bisa mengubah dunia (Inilah sebenarmya Guru berpijak, bukan malah ikutan berhura hura tidak jelas bahwa ia diberikan tugas sebagai Agent of Change)
  • Namanya pengubah tentu harus mempunyai pengetahuan yang cukup, keahlian yang cukup meskipun materi kehidupannya belum cukup, jangan dibalik dengan materi yang cukup aku baru memberikan keahlian yang cukup (Ini basi dan muncul di era ini)
Ini yang saya maksudkan belum siap , nggak mau siap dan tidak mau cerdas hura hura dan tidak memahami ia Agent of change

  • Tak Bisa Membaca, 8 Siswa SD Dikeluarkan Sekolah.

Hanya karena tak bisa membaca, delapan murid kelas 1 Sekolah Dasar di Garut Jawa Barat malah dikeluarkan oleh gurunya. 
Delapan murid SD yang terletak di Kecamatan Cibalang Garut itu merupakan siswa yang baru diterima di sekolah itu pada Senin 14 Juli 2014. Mereka pun terpaksa pulang ke rumah pada saat jam belajar.
Sumi (24 tahun), ibu dari Adrian (7 tahun), mengaku heran begitu anaknya pulang ke rumah di saat jam belajar belum selesai. Betapa kagetnya begitu mendengar alasan anaknya dikeluarkan dari kelas karena tak bisa membaca.
"Anak saya disuruh membaca, tapi anak saya tak bisa membaca huruf "B". Selain anak saya, lima murid lainnya yang juga tak bisa membaca dikumpulkan, kemudian diminta untuk keluar sekolah," kata warga Kampung Ciawi Desa Mekarsari, Kecamatan Cibalong, Kamis 17 Juli 2014.
Sumi kemudian mendatangi pihak sekolah dan menanyakan kebenaran alasan tersebut. Benar saja, saat ditanya ke pihak sekolah, guru dan kepala sekolah justru menyarankan agar Andrian pindah ke sekolah lain karena tak bisa membaca.
"Padahal pagi sebelum berangkat Andrian semangat untuk belajar di kelas. Namun hanya karena tak bisa membaca huruf 'B', Andrian malah dikeluarkan dari sekolah secara sepihak. Saya menyekolahkan anak saya agar bisa membaca. Ini kok dikeluarkan sekolah gara–gara tak bisa baca. Kan aneh," Sumi menjelaskan.
Selain Andrian, yakni Refan, Akbar, Nurul, Hasan, Andi dan dua siswa lainnya dari kampung Simpang Sari, juga dikeluarkan pihak sekolah.
"Alasan dikeluarkannya sama, gara–gara tak bisa baca," kata Sumi.
Sementara itu, Kepala Sekolah Ade Suryana belum bisa dimintai klarifikasinya. Beberapa kali dihubungi sang kepala sekolah memilih bungkam.
Sikap Dinas Pendidikan
Kepala Bidang TK/SD Dinas Pendidikan Garut Cecep Firmansyah mengaku akan menindaklanjuti kasus tersebut.
"Akan kami tindak lanjuti informasi kasus ini. Tapi pada intinya, untuk jenjang sekolah dasar tak boleh ada alasan dikeluarkan, apa pun alasannya," kata Cecep.
Langkah awal, Dinas Pendidikan Garut akan meminta klarifikasi dari guru dan kepala sekolah yang bersangkutan.

No comments:

Support web ini

BEST ARTIKEL